PUTERI NEGERI AWAN(4): Si Gembala Awan

Tongkat Gembala Awan - Api berkobar menunjukan keganasanya. Angin yang berhembus kencang, membuat nyala api semakin membesar. Semakin lama semakin melebar keseluruh penjuru hutan. Membakar dan menghanguskan setiap yang dia lewati. Semak, rumput, pohon, bahkan hewan-hewan yang berlari ketakutan.

Melihat situasi yang semakin genting itu, sang puteri menjadi gelisah dan tidak sabar.
"Garudayana, cepat katakan cara apa yang bisa kita lakukan untuk menolong hutan dan seluruh penghuninya dari kehancuran ini..? Jika kita tak segera bertindak, aku takut semua akan terlambat". Kata puteri Intan rasari.

"Ma'afkan hamba tuan puteri, tapi hamba tidak bisa melakukan apapun. Melainkan tuan peterilah yang bisa menyelamatkan mereka". Jawab Garudayana.


Mendengar jawaban Garudayana tersebut, malah membuat puteri Intan rasari menjadi semakin bingung. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksut oleh Garudayana. Bagaimana dia bisa membantu..? Sedangkan dia sendiri tidak bisa melakukan apapun untuk bisa memadamkan amukan api yang menyala-nyala dengan ganasnya.

"Apa maksut mu Garudayana..? Kau malah membuat ku semakin bingung. Bagaimana aku bisa membantu mereka, jika aku saja tak bisa melakukan apapun untuk bisa memadamkan api ini..". Tanya puteri Intan rasari panik.
"Ma'af tuan puteri, bukankah tuan puteri memiliki sebuah tongkat kecil yang diberikan oleh paduka raja..?". Tanya Garudayana.

"Iya.. Lalu..?". Puteri Intan balik bertanya.
"Tongkat kecil yang tuan puteri bawa itu, adalah salah satu pusaka milik Negeri Atas Awan. Tongkat itu bukan tongkat biasa, selain bisa berubah menjadi besar dan bergerak sesuai perintah pemiliknya, tongkat itu juga sering disebut Tongkat Gembala Awan". Kata Garudayana.

"Tongkat Gembala Awan..? Aku masih belum mengerti Garudayana.. Intinya saja, bagaimana aku bisa menyelamatkan seluruh isi hutan ini dengan tongkat ajaib yang aku bawa sebagaimana perkataan mu". Kata Puteri Intan rasari.
"Caranya mudah tuan puteri. Tuan puteri lemparkan saja tongkat itu ke udara. Lalu perintahkan untuk menggiring awan hujan agar datang kemari". Kata Garudayana menjelaskan.

Karena tak punya banyak waktu untuk memahami penjelasan Garudayana yang masih membuatnya bingung, sang puteri langsung saja melakukan seperti apa yang dijelaskan oleh Garudayana. Dia lalu mengambil tongkat kecil dari sakunya, lalu melemparkanya ke udara.
"Hai tongkat gembala awan, aku minta bantuan mu. Giring dan bawa awan hujan datang ke sini untuk memadamkan api yang membakar hutan ini''. Perintah puteri Intan rasari. Lalu, keajaiban terjadi.

Tongkat itu melesat ke langit, kemudian berubah menjadi tongkat emas raksasa yang sangat besar. Tongkat itu melesat ke angkasa lalu menghilng dikejauhan. Tak berapa lama, dari kejauhan tampak mendung hitam bergumpal. Tapi bukan mendung biasa. Mendung itu tampak seperti sosok ratusan kuda yang tengah berlari dan saling mendahului satu sama lain. Sesekali kilat dan suara guntur mengiringi, seperti gembala yang mengayunkan cambuk untuk menggiring hewan gembalanya.

Tak butuh waktu lama, mendung hitam menutupi seluruh hutan. Lalu hujan deras turun, sangat lebat. Api yang tadinya berkobar hebat kini perlahan mulai padam. Bahkan saking lebatnya hujan yang turun, api padam dengan sangat cepat. Dan setelah semua api padam, secara ajaib mendung yang hitam tadi memudar, lalu hilang tanpa bekas. Tak berapa lama, tongkat yang dilempar oleh Puteri Intan rasari terbang kembali menuju sang puteri dengan ukuran semula.

Akhirnya, berkat bantuan sang puteri, hutan yang nyaris musnah itu bisa terselamatkan. Meski banyak korban jiwa yang tak lagi tertolong. Tapi paling tidak, bencana besar yang mengancam hutan itu bisa dihentikan. Karena kejadian tersebut, membuat sang puteri semakin yakin, bahwa dia memang punya tugas untuk menghentikan kekejaman raja Gembalageni. Dia bertekad untuk menghentikan raja tersebut, agar kejadian hari ini, tidak terulang lagi dikemudian hari.


PUTERI INTAN RASARI

CHAP 1: Kangsawangsa Manusia Kepala Domba (End)

Next chapter: Negeri Bayangan

Story by: Muhammad Rifai

Post a Comment

0 Comments