Dongeng KANCIL dan KAMBING Bodoh

Dongeng Kancil Terbaru - Di bagian hutan Eutopia bagian timur, hiduplah sekelompok kambing. Mereka dipimpin oleh tetua kambing yang cukup bijak. Sang tetua memiliki seorang anak, dia adalah pewaris tunggal yang akan menggantikan ayahnya jika kelak ayahnya wafat. Namun sifat si anak sunguh bertolak belakang dengan ayahnya. Dia cukup sombong dan suka memamerkan kemampuanya di hadapan rakyatnya. Tujuanya bukan tidak lain adalah agar dia dipuji dan dihormati.

Sang tetua kambing bersahabat baik dengan si kancil. Sang tetua sadar bahwa sifat anaknya tidak baik, sehingga itu membuatnya sangat sedih dan juga hawatir. Anaknya sebenarnya sangat bodoh dan ceroboh, dan hal tersebut diperparah dengan kesombonganya yang menjulang ke langit. Sang tetua tak tahu lagi apa yang harus dia lakukan untuk menyadarkan anaknya. Hingga pada suatu hari, dia meminta si kancil untuk datang dan mencoba bertanya solusi untuk masalahnya.

Mendengar penjelasan tetua kambing, si kancil merasa ikut prihatin. Dan dengan senang hati dia akan memikirkan cara untuk membantu menyelesaikan masalah tetua kambing. Terlihat si kancil termenung sejenak. Dia mencoba mencari solusi apa yang tepat untuk menyadarkan anak tetua kambing yang sombong dan sok pintar itu. Lalu si kancil menyadari sesuatu, bahwa anak tetua kambing itu sebenarnya cukup bodoh. Namun karena sifat sombongnya, dia berlagak sok pintar. Gabungan dari sifat sombong dan bodoh, adalah kecerobohan yang membuatnya mudah dijebak. Sehingga kelak bisa membuat anak itu menemui celaka.

Tak lama kemudian, terlihat wajah kancil yang tersenyum. Sepertinya dia sudah menemukan ide untuk menyelesaikan masalah itu. Lalu diapun menceritakan rencananya pada tetua kambing dan berharap tetua mau membantu utuk membuat rencana itu berhasil. Dan ternyata, tetua kambing tidak keberatan dan bahkan dia cukup mendukung rencana si kancil. "Sepertinya cara mu itu lebih baik demi masa depanya". Kata tetua kambing.

"Di manakah biasanya anak mu berada?". Tanya kancil.
"Kau cari saja di padang rumput pinggir sungai, dia biasanya bermain-main di situ sambil menggangu kambing-kambing yang lemah". Jawab tetua kambing.
"Baiklah kawan, aku akan ke sana untuk menemuinya. Ingat rencana kita, dan do'akan semoga aku berhasil kali ini". Kata kancil kemudian pamit undur diri.

Akhirnya, si kancil pergi ke padang rumput untuk menemui anak tetua kambing. Setelah sampai di sana, kancil melihat anak tetua kambing itu tengah berdiri dengan congak di atas sebuah batu besar. Lalu banyak para kambing yang berkerumun di sekeliling batu tersebut. Sepertinya si anak tetua kambing itu tengah bercerita tentang kehebatanya, tentunya dengan dibumbui beberapa kebohongan dengan cerita yang dilebih-lebihkan.

Si kancil kemudian mencoba berbaur dengan mereka. Dia memperhatikan sekitar seperti ada yang dia tunggu. Benar saja. Tak berapa lama kemudian, datang seekor monyet dan juga seekor tupai. Mereka sepertinya tengah membawa sesuatu yang dibungkus dan dipangul di punggung mereka.
"Permisi.. apakah kami boleh bertanya? Kami butuh pertolongan". Kata monyet dan tupai. Para kambing yang mendengar ada yang bertanya, segera memalingkan wajah mereka ke arah monyet dan tupai.

"Kalin mencari siapa? Dan apa yang bisa kami bantu?". Tanya seekor kambing.
"Begini.. kami sedang mencari tetua yang bijak untuk membantu menyelesakan masalah kami". Kata tupai.
"Memangnya apa masalah kalian,". Tanya kambing yang lain.
"Kami berniat mau bertukar buah. Si monyet ini memiliki enam buah pisang. Dan aku berniat menkarnya dengan buah cery milik ku. Setiap satu buah pisang, si monyet memita enam buah ceri. Jadi aku tak tahu berapa buah cery yang harus aku berikan padanya untuk 6 pisang yang dia punya, karena kami berdua sama-sama bodoh dan tidak pandai berhitung". Cerita tupai.

Mendengar hal itu, ada beberapa kambing maju dan mencoba mau membantu. Karena di antara para kambing, beberapa ada yang bisa berhitung meski jumlahnya sedikit. Dan kebanyakan dari para kambing adalah bodoh dan tidak tahu apa-apa. Namun sebelum mereka maju, anak tetua kambing segera melompat dari atas batu dan maju dengan percaya diri. "Kalian tidak salah datang kemari dan beruntung sekali aku di sini, karena akulah kambing yang paling bijak dan pintar di sini". Kata anak tetua kambing dengan penuh percaya diri.

Melihat anak tetua kambing sudah maju, para kambing yang lain mengurungkan niat mereka dan tetap diam di tempat. Karena jika mereka menggangu apa yang dilakukan anak tetua kambing dan membuatnya marah, salah-salah mereka bisa celaka. "Lalu.. apa yang ingin kau tanyakan pada si bijak dan pintar ini?" Tanya anak tetua kambing.
"Begini kambing yang bijak, seperti yang sudah diceritakan tupai sahabat ku tadi. Aku memiliki 6 pisang, dan dia mau menukar pisang ku dengan buah cery miliknya. Tapi aku meminta 6 buah ceri untuk di tukar dengan satu buah pisang. Jadi berapa buah ceri yang harus dia berikan untuk 6 pisang yang aku miliki?". Tanya monyet.

"Ah.. itu mudah.. jawabanya adalah 40 buah ceri. Karena itu sama saja 6x6 maka hasilnya adalah 40". Kata anak tetua kambing dengan yakinya. Mendengar itu, beberapa kambing yang bisa berhitung kaget. Karena mereka tahu jika jawaban itu salah. Namun mereka tak berani mencampuri urusan anak tetua kambing. Sehingga tidak ada satupun kambing yang berani membantahnya. Namun tiba-tiba si kancil maju mendekat. "Ma'af kawan.. bolehkah aku ikut membantu. Jawaban yang diberikan oleh kambing ini salah. Yang benar jawabanya adalah 36 buah cery. Karena 6x6 itu jumlahnya 36, bukan 40". Kata kancil. Melihat kancil yang tiba-tiba maju dan muncul entah dari mana, membuat para kambing kaget. Mereka hawatir si kancil akan celaka karena telah membuat si anak tetua marah. Si anak tetua yang mendengar jawaban kancil, kontan saja geram. Baru kali ini ada hewan lain yang berani membantahnya dan bahkan mengatakan bahwa dia salah.

"Hai hewan kerdil, siapa kau? Berani-beraninya hewan bodoh seperti mu mengatakan bahwa aku salah? Lihat saja, tak ada yang membantah jawaban ku kecuali kamu. Itu berarti jawaban ku benar dan kamu yang salah!!". Kata anak tetua kambing dengan geram.
"Bukan aku yang salah.. tapi jawaban mu yang salah. 6x6 itu jumlahnya 36". Kata kancil tetap tak bergeming.
"Wah.. kamu memang tidak bisa diajak halus ya? Baiklah.. hai kalian, menurut kalian, mana jawaban yang benar? Jawaban ku atau jawaban si kerdil ini?".tanya anak tetua kambing pada kaming-kaming lain.

Namun para kabing diam saja tidak ada yang berani menjawab. Sebagian besar memang karena mereka tidak bisa berhitung, dansebagian yang lain memang tidak mau celaka jika membantah anak tetua kambing. "Nah.. kau lihat sendiri? Mereka semua diam. Itu berarti jawaban ku yang benar". Kata anak tetua kambing.
"Oh.. tidak bisa.. tetap jawaban ku yang benar dan kamu yang salah". Kata kancil ngeyel.
"Hahaha.. hewan bodoh masih juga ngeyel. Gak mau ngaku kalau kamu salah. Baiklah.. untuk menentukan siap yang benar, ayo kita temui ayah ku. Dia adalah tetua di sini. Dan dia pasti tahu bahwa aku benar dan kamu salah..". Kata anak tetua.
"Tidak mungkin.. tetap kamu yang salah..". Jawab kancil coba memancing emosi si anak tetua.
"Kamu masih juga ngotot.. sudah jelas jawaban ku pasti benar karena aku kambing yang paling bijak dan pintar disini..". Kata anak tetua mulai terpancing.
"Lalu.. bagaimana jika ternyata jawaba mu salah,". Kancil masih memancing.
"Tidak akan salah.. aku yakin.. jika memang nanti ternyata jawaba ku terbukti salah.. aku akan berenang ke seberang lewat sungai yang penuh buaya ini". Kata anak tetua dengan sombongnya.
"Hmm.. baiklah.. kalau begitu, ayo kita temui saja ayah mu". Ajak kancil.

Akhirnya.. mereka bersama-sama menemui tetua mereka. Dan meminta keputusan mana di antara dua jawaban tersebut yang benar. Para kambing yang bisa berhitung, sudah yakin pasti tetua mereka akan menjawab bahwa jawaban kancil yang benar. Namun di luar dugaan, ternyata si tetua menyatakan bahwa anakyayang benar sedangkan si kancil yang salah. Dan sebagai hukuman, si kancil harus tinggal di tempat itu selama satu miggu dan membantu membersihkan tempat tinggal tetua sebagai pelayan. Mendengar keputusan itu, anak tetua itu tetawa terbahak-bahak. Berkali-kali dia berteriak bawha kancil itu bodoh dan idiot. Namun para kambing yang lain malah berfikir sebaliknya, mereka mulai tidak menykai tetua yang jelas-jelas membantu anaknya yang salah.

Setelah kejadian itu, sikap para kambing pada tetua dan anaknya menjadi berubah. Mereka mulai acuh tak acuh, dan dibelakang mereka mengunjing anak tetua kambing yang bodohnya bukan kepalang. Lambat laut, kabar tentang kebodohan anak tetua itu cepat tersebar. Dan akhirnya sampai pada telinga anak tetua. Mendengar hal itu, anak tetua itu menjadi marah. "Kurang ajar sekali mereka mengatai aku bodoh. Aku akan mengaduke ayah agar mereka semua di hukum". Kata anak tetua sambil berlalu.

Anak kambing yang bodoh dan sombong itu menghadap tetua dengan marah-marah. Dia menceritakan apa yang dia dengar tentan kabar yang mengatakan bahwa dia itu bodoh. Dia berharap, ayahnya akanmendukungnya dan memberi mereka hukuman yang berat. Namun di luar dugaanya, ternyata ayahnya malah membenarkan bahwa dia memang bodoh. Karena sebenarnya jawaban si kancil yang benar. Dan para kambing tahu hal itu, tapi mereka tidak berani membantah tetuanya. Sedangkan si kancil juga tahu bahwa dia benar, namun dia dengan ikhlas menerima hukuman meski dia tahu dia benar. "Jika memang si kancil yang benar, kenapa dia mau saja di hukum padahal dia benar?". Tanya anak tetua masih kurang yakin.
"Kalau tentang apa alasnya kenapa dia tetap mau di hukum meski dia salah, kamu bisa tanyakan sendiri padanya". Kata tetua.

Akhirnya anak itu pergi menemui kancil yang tengah membersihkan daun-daun kering. Dengan agak ragu dia lalu bertanya pada si kancil. "Hai kancil.. ayah kubilang bahwa sebenarnya jawaban mu yang benar, sedangkan jawban ku salah. Tapi kenapa kau mau saja di hukum meski kau merasa tidak bersalah?". Tanya anak tetua ingin tahu. Mendengar pertanyaan itu, si kancil tersenyum.
"Hai kawan.. ini semua adalah ide ku dengan bantuan ayah mu. Bahkan ayah mu rela dihina oleh rakyatnya demi menyadarkan mu. Jika kamu bertanya kenapa aku mau di hukum meski aku benar, dalah karena itu yang terbaik". Kat kancil.
?". Tanya anak tetua masih tidak mengerti.

"Bukankah lebih baik aku merelakan diri ku di hukum meski aku benar? Dari pada satu nyawa terbuang percuma karena kebodohan? Karena jika dia bisa hidup lebih lam, dia masih memiliki kesempatan untuk belajar agar kelak dia tidak celaka karena kebodohanya". Terang kancil. Mendengar jawaban kancil, anak tetua itu ingt pada janjinya jika dia yang salah maka dia akan menyeberangi sungai yang penuh dengan buaya. Menyadari hal itu, anak tetua merasa malu. Kini dia sadar, bahwa selama ini dia memang cukup bodoh. Namun dia berlagak sombong dan sok pintar karena tak ada satupun kambing yang berani membantahnya. Kini dia sadar, jika saja waktu itu bukan hanya sebuah rencana antara si kancil dan ayahnya, mungkin saat ini dia sudah mati dimangsa para buaya. Dan mulai saat itu, anak tetua itu mulai menjadi lebih baik dan belajar dari semua kesalahan-kesalahanya. Dan beberapa tahun kemudian, dia diangkat menjadi tetua mengantikan ayahnya. Dan dia juga menjadi tetua yang bijak seperti ayahnya.

The End

Story By: Muhammad Rifai


Hikmah: Terkadang, tak selamanya yang benar itu harus menang. Karena ada kalanya kebenaran itu harus mengalah demi tercapainya tujuan yang lebih baik di masa depan.

Post a Comment

0 Comments